Jangan hentikan langkah seorang perempuan hanya karena dia anak perempuan
Jangan hentikan langkahnya hanya karena kau takut senyum manis dan tangan lembutnya tak akan sanggup menahan perihnya belajar
Langkahnya akan jauh
SMA bukanlah titik terakhir perjalanannya
Angan dan impiannya yang tinggi akan membuatnya kuat meskipun tubuhnya terlihat lemah
Bukankah Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Khadijah karena mereka rekan dalam berbisnis?
Bukankah Srikandi menjadi legenda karena jago memanah meskipun ia seorang perempuan ?
Maka izinkanlah seorang perempuan belajar
Ilmunya akan bermanfaat untuk banyak orang
Pengalaman panjangnya tidak akan membuatnya menjadi sombong
Jangan hardik seorang perempuan yang ingin terus belajar
Senyumnya mungkin manis, tapi pemikirannya tajam
Dia mungkin selama ini selalu mengatakan iya
Tapi jiwa kuatnya seolah mulai memberontak dan ingin berlari ke depan
Jangan paksa seorang perempuan membuang mimpinya
Dia hanya ingin mandiri sebelum bertemu dengan suaminya kelak
Bukankan menyenangkan jika suaminya pulang ada seorang wanita cerdas yang dapat dia ajak bertukar pikiran dengannya ?
Dukungan seorang perempuan untuk belajar
Karena pendidikan anak di rumah dimulai dari ibunya
Di tengah perubahan jaman yang terus terjadi dengan cepat
Ibu-ibu hebat akan melahirkan generasi yang hebat
@indra.sugiarto
Tulisan di atas merupakan karangan dari Kak Indra Sugiarto, kenapa aku memposting tulisan tersebut ? Karena menurutku tulisan tersebut penuh makna. Seorang perempuan mempunyai kodrat di dapur, setinggi-tingginya ia menempuh pendidikan ujung-ujungnya juga di dapur. Ya, begitulah suara bising yang selalu memenuhi kepala perempuan-perempuan yang ingin menjemput impiannya. Dulu aku juga pernah merenungkan kata-kata itu. Aku sempat berfikir, memangnya jika ujungnya di dapur apakah itu berarti seorang perempuan tidak boleh berpendidikan. Kemudian aku bercerita kepada ibu saya mengenai hal tersebut, saat saya bertanya "Ibu, kata orang untuk apa seorang perempuan sekolah tinggi-tinggi toh ujung-ujungnya juga jadi ibuk rumah tangga, ngurus anak dan masak di dapur, menurut ibu bagaimana?"
Dengan senyum manis dibibirnya ibuku menjawab "Ca.. (begitulah ibu memanggilku), kodrat perempuan memang di dapur, ngurus anak dan rumah. Tapi semua itu juga ada ilmunya. Seorang perempuan berpendidikan dengan perempuan biasa juga akan berbeda dalam mengurusnya. Perempuan yang berpendidikan akan pandai mengatur waktu bukan. Seorang laki-laki yang berpendidikan tinggi juga pasti ingin mempunyai seorang istri yang dapat diajak bertukar pikiran, itu artinya seorang istri juga harus berpendidikan agar dapat mengimbangi bahkan membantu suami. Pendidikan itu penting, seorang ibu yang berpendidikan juga berbeda dalam mendidik anak-anaknya." Begitulah jawaban panjang kali lebar dari ibuku seakan-akan ia ingin mematahkan doktrin bahwa takdir perempuan adalah di dapur dan pendidikan hingga SMA saja pun sudah cukup.
Ibuku bukan seorang wanita yang berpendidikan tinggi, ia merupakan lulusan SMEA jurusan Administrasi Perkantoran. Ibu pernah bercerita bahwa sebenarnya ia sangat ingin melanjutkan pendidikan dan sempat mendapat bea siswa, namun mimpinya itu harus terhenti karena keadaan. Dari saya kecil, Ibu sudah mengajariku untuk menjadi perempuan yang mandiri dan selalu bilang saya harus sekolah setinggi mungkin. Ibuku memang tidak berpendidikan tinggi, tapi saya akui ia adalah seorang yang tak pernah lelah belajar, ia sangat suka membaca buku, ia juga bercerita saat saya masih dalam kandungan, demi menjaga kesehatan kandungan, ibu selalu mendengarkan siaran radio tentang seminar kesehatan. Bisa dibilang ibuku adalah seorang yang haus ilmu, namun keadaan yang harus menghentikan langkahnya. Maka dari itu ibu sangat ingin aku berpendidikan tinggi. Aku masih ingat saat pengumuman kelulusan tahap 3 USM PKN STAN telah keluar dan aku dinyatakan diterima di DI Kebendaharaan Negara, ia memelukku begitu erat, lebih erat dari biasanya, kami menangis haru dalam pelukan, kurasakan air mata ibu sangat hangat, pelukan ibu sangatlah menenangkan dan senyumnya begitu indah, hingga isaknya terhenti saat aku berkata bahwa aku akan menempuh pendidikan di kampus pusat, Tanggerang Selatan. Tiba-tiba isak tangis ibu terhenti dan suasana pun menjadi hening, namun pelukan itu tetaplah erat bahkan ibu memelukku lebih erat lagi tanpa kata-kata apapun. Seperti tak percaya bahwa aku akan pergi sejauh ini dari rumah. Setelah itu kulihat ibu mulai gelisah. Seiring berjalannya waktu dengan aku mengurus surat-surat untuk daftar ulang, setiap kali ibu diam, ia memandangiku lebih lama dari biasanya. Entah apa yang ada di pikiran ibu saat itu. Ibuku juga membelai rambutku lebih lama dari biasanya, lalu tiba-tiba ia berkata "Ibu sudah mengikhlaskanmu, berangkatlah, kejarlah cita-citamu, ibu akan selalu mendoakanmu". Mendengar kata-kata itu, seketika aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan menjadi wakil ibu dalam menempuh pendidikan yang tinggi, ya .. cita-cita ibu yang tertunda dulu, aku yang akan menggantikan, menjadi wakil ibu dalam melihat begitu menakjubkan dunia pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar