KARYA TULIS PELAKSANAAN APBN
ALOKASI
ANGGARAN PENDIDIKAN BELUM TEREALISASIKAN MERATA
Oleh :
Rizki Putri Esa Surya Nugroho
4102170047
D I – Kebendaharaan Negara 2017
POLITEKNIK
KEUANGAN NEGARA STAN
TANGGERANG SELATAN
2017
ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN BELUM
TEREALISASIKAN MERATA
Politeknik
Keuangan Negara STAN
Rizki Putri Esa Surya Nugroho
Pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menyiapkan
sumber daya manusia untuk pembangunan. Sampai
saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan, mengingat masih
rendahnya mutu pendidikan kita dibanding dengan negara-negara berkembang
lainnya. Demikian pula tingkat pemerataan mutu pendidikan sekolah secara
nasional masih terdapat kesenjangan, antara sekolah di kota besar dengan
sekolah yang berada di pedesaan serta masih rendahnya tingkat kemampuan ekonomi
masyarakat untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu bagi
anaknya, sehingga hal ini mengesankan bahwa kebijakan pemerintah di sektor
pendidikan belum memihak kepada rakyat. Pemerataan realisasi anggaran
pendidikan yang merupakan salah satu upaya untuk membangun sektor pendidikan
yang lebih baik di masa mendatang. Pemerintah pusat, daerah, dan kebupaten/kota
perlu mengevaluasi alokasi anggaran yang cukup untuk sektor pendidikan di
berbagai tingkatan. Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran secukupnya
untuk meningkatkan berbagai sektor penunjang mutu pendidikan di seluruh
provinsi di Indonesia. Apabila seluruh alokasi dana pendidikan dapat digunakan dan
terserap sepenuhnya, maka akan terjadi peningkatan sarana dan prasarana
sekolah, penugasan tenaga pengajar yang kompeten di daerah terpencil dapat
dibiayai, adanya subsidi menjadikan biaya pendidikan menjadi terjangkau oleh
seluruh golongan masyarakat.
Kata kunci :
Pendidikan, anggaran pendidikan.
Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat sehingga karya tulis ini dapat
diselesaikan. Saya juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah saya
pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini.
Saya mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini. Tidak semua hal dapat saya
deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Saya melakukannya
semaksimal mungkin dengan kemampuan yang saya miliki. Maka dari itu, kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan agar dapat memperbaiki karya tulis ini
di masa mendatang.
Dengan menyelesaikan karya tulis ini saya mengharapkan banyak
manfaat yang dapat dipetik dan diambil. Semoga dengan adanya karya tulis ini
dapat memberikan kesadaran kepada berbagai pihak akan pentingnya berpartisipasi
dalam mengawasi penyaluran anggaran pendidikan. Dengan begitu maka pendidikan
akan lebih terjamin dan tidak ada kesenjangan pendidikan antara kota dan desa.
Saya juga mengharapkan kinerja yang lebih baik dan tegas serta efektif dari
pihak pengawas anggaran yang merupakan bagian dari kepemerintahan, sehingga
realisasi anggaran pendidikan dapat dirasakan oleh semua pihak dan tepat
sasaran. Sehingga salah satu tujuan dari kemerdekaan Indonesia mencerdaskan
kehidupan bangsa akan segera terwujud dengan pastisipasi semua pihak.
Tanggerang
Selatan, Desember 2017
Penulis
Salah satu tujuan dari kemerdekaan
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini kita sedang memegang
estafet kemerdekaan dan bertanggung jawab untuk membawa Indonesia makin
mendekati tujuan kemerdekaannya. Untuk membawa Indonesia makin mendekati tujuan
kemerdekaannya salah satunya adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber
daya manusia itu sendiri melalui program pendidikan yang merata di seluruh
Indonesia.
Memperoleh pendidikan merupakan hak
asasi manusia. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
menjamin hal tersebut. Pada Pasal 31 Ayat (1) diatur bahwa Setiap warga Negara
berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang sudah diatur oleh UU. Perhatian bangsa Indonesia akan pentingnya
pendidikan sangat besar. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan saat ini
pembangunan pendidikan telah mengalami kemajuan yang berarti. Reformasi
pendidikan nasional secara mendasar melalui tata aturan perundang-undangan
telah dimulai sejak tahun 1999, yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dimana dalam undang-undang tersebut
dicantumkan bahwa pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia. Selain
Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Amandemen II UUD 1945 Tahun 2000 juga
menegaskan bahwa mengenyam pendidikan merupakan hak asasi manusia.
Mutu pendidikan di Indonesia sampai
saat ini masih memprihatinkan bagi kalangan pemerhati pendidikan mengingat
masih rendahnya mutu pendidikan kita dibanding dengan negara-negara berkembang
lainnya. Demikian pula tingkat pemerataan mutu pendidikan sekolah secara
nasional masih terdapat kesenjangan, antara sekolah di kota besar dengan
sekolah yang berada dipedesaan. Ditambah lagi fakta sosial menunjukkan masih
rendahnya tingkat kemampuan ekonomi masyarakat untuk bisa memperoleh pendidikan
yang layak dan bermutu bagi anaknya, sehingga hal ini mengesankan bahwa
kebijakan pemerintah di sektor pendidikan belum memihak kepada rakyat. Inilah
realita yang dialami dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi di ataslah yang
menghambat Indonesia, untuk bisa bangkit mengatasi masalah rendahnya kualitas
sumber daya manusia serta tingginya angka pengangguran. Minimnya kualitas dan
fasilitas pendidikan, tentunya berdampak secara signifikan terhadap kualitas
manusia itu sendiri. Begitu banyaknya masalah yang dihadapi pemerintah tentunya
tidak bisa kita selesaikan secara cepat.
Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pemerintah harus bisa membuat prioritas untuk perbaikan kualitas manusia
Indonesia. Realisasi anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari total APBN
negara harus bisa segera direalisasikan oleh pemerintah. Jangan sampai anggaran
yang telah besar ini tidak dirasakan rakyat. Kelengkapan fasilitas serta
pemerataan kualitas pendidikan bagi setiap warga negara, khususnya
daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Daerah-daerah seperti ini seharusnya
menjadi fokus pemerintah karena banyak sekali masyarakat yang tidak memperoleh
hak mereka dalam memperoleh pendidikan.
1. Apa
saja yang menjadi sumber dana pendidikan di Indonesia ?
2. Mengapa
anggaran pendidikan belum bisa terealisasikan secara merata ?
3. Bagaimana
solusi agar anggaran pendidikan dari pemerintah dapat terealisasikan dengan
merata ?
Pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan dan tidak semua lapisan
masyarakat dapat merasakan anggaran yang telah digulirkan oleh pemerintah. Oleh
karena itu tujuan karya tulis ini untuk menganalisis realisasi anggaran
pendidikan dari pemerintah agar rakyat mendapat kualitas pendidikan yang lebih
baik.
Anggaran
pendidikan merupakan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang
dianggarkan melalui kementerian atau lembaga dan alokasi anggaran melalui
transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran
pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi
tanggung jawab pemerintah. (Glosarium, 2015)
Anggaran Pendidikan adalah
alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian
Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana
desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk
gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk
membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. (Pasal 1 Angka 40 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016).
Alokasi Anggaran Pendidikan merupakan alokasi yang melalui belanja
pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendididikan Nasional dan
Departemen Agama, dan dua belas lembaga lainnya (Departemen PU,
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen
Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM,
Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan
Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran 69). Sementara
anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH (Dana Bagi Hasil)
Pendidikan, DAK (Dana Alokasi Khusus) Pendidikan, DAU (Dana Alokasi Umum)
Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan. (Glosarium, Istilah , 2015)
Alokasi dana pendidikan Dalam
Undang Undang Dasar 1945 pada pasal 31 (4) mengamanahkan bahwa Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini
direalisasikan oleh pemerintah dengan adanya UU no. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 (1).
Implementasi kebijakan pendidikan akan
berjalan dengan baik apabila didukung oleh sumber daya pendidikan (pembiayaan
pendidikan) yang memadai dan dapat diandalkan untuk meningkatkan mutu dan
kualitas sumber daya.
Dengan adanya perubahan kewenangan
pengelolaan pendidikan dengan segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan.
Sebelum otonomi daerah, praktis hanya pembiayaan sekolah dasar (SD) yang
menjadi tanggung jawab Pemda, sedangkan SLTP dan SLTA (dan juga perguruan
tinggi) menjadi tanggung jawab Pusat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 pasal 46 :
1.
Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
2.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Ketentuan
mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (Kesowo, 2003)
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 49 menyatakan sebagai berikut :
1.
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2.
Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.
Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah
untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4.
Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah
daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5.
Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (Kesowo, 2003)
PP RI No. 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan
Pendidikan
Pasal 1 ayat (3) dalam PP ini
berbunyi: “Dana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk
menyelenggarakan dan mengelola pendidikan”, dan dalam ayat (4) berbunyi:
“Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan
untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan”.
Dalam Pasal 2 ayat (1) berisi
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat”. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a.
penyelenggara atau satuan pendidikan (SP) yang didirikan masyarakat
b.
peserta didik, orang tua atau wali peserta didik dan
c.
pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
(Mattalatta, 2008)
Pendanaan dan pembiayaan memiliki arti dan pengertian yang sama yaitu
berasal dari kata biaya yang berarti uang yang dikeluarkan untuk mengadakan
(mendirikan, melakukan dan sebagainya) sesuatu. Sedangkan pembiayaan itu adalah
segala sesuatu yang berubungan dengan biaya.
Dalam istilah pendanaan juga dikenal dengan “anggaran “ berarti
perkiraan perhitungan atau aturan atau bias juga taksiran mengenai
penerimaan dan pengeluaran , atau bias juga berarti rencana penjatahan sumber
daya yang dinyatakan dengan angka biasa dalam satuan uang.
Standar pembiayaan mencakup persyaratan minimal tentang biaya satuan
pendidikan, prosedur dan mekanisme pengelolaan, pengalokasian, dan
akuntabilitas penggunaan biaya pendidikan. Standar pembiayaan pendidikan
terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
1. Biaya
investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal
kerja tetap.
2. Biaya
personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara
teratur dan berkelanjutan.
3. Biaya
operasional satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
-
Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala
tunjangan yang melekat pada gaji,
-
Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya. (Khamdan, 2011)
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif yaitu metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman
secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk
penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan teknik
analisis mendalam ( in-depth analysis ),
yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metode kulitatif yakin
bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya.
Tujuan dari metode ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara
mendalam terhadap suatu masalah. (Heru, 2011)
Dalam
pengumpulan data karya tulis ini menggunakan studi dokumen yaitu metode
pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Studi
dokumen adalah jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam dokumen yang
berguna untuk bahan analisis. Dokumen yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah dokumen sekunder, yaitu dokumen yang ditulis berdasarkan oleh laporan/
cerita orang lain. (Samuel, 2016)
Objek
penelitian ini difokuskan pada Realisasi Anggaran Pendidikan. Peneliti
mengambil sampel beberapa mahasiswa di lingkungan Politeknik Keuangan Negara
STAN karena banyak mahasiswa yang memahami tentang alokasi anggaran pendidikan.
Objek penelitian ini dapat memberikan analisa mengenai kebijakan pemerintah
dengan realisasi anggaran pendidikan baik melalui pengalaman pribadi ataupun
fakta yang terjadi di tengah masyarakat.
Kualitas pendidikan Indonesia saat
ini masih rendah dan bisa dibilang memprihatinkan. Masih sering dijumpai,
bangunan sekolah yang buruk kondisinya. Bahkan, sekolah-sekolah yang beratapkan
langit pun masih banyak. Siswa tidak mendapatkan pasokan buku yang memadai. Dan
yang fatal lagi adalah mahalnya biaya sekolah. Padahal kita semua tahu bahwa
pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Inilah realita
yang dialami dunia pendidikan di Indonesia.
Kondisi di ataslah yang menghambat
Indonesia, untuk bisa bangkit mengatasi masalah rendahnya kualitas sumber daya
manusia serta tingginya angka pengangguran. Minimnya kualitas dan fasilitas
pendidikan, tentunya berdampak secara signifikan terhadap kualitas manusia itu
sendiri. Begitu banyaknya masalah yang dihadapi pemerintah tentunya tidak bisa
kita selesaikan secara cepat.
Komitmen anggaran merupakan salah satu
upaya membangun sektor pendidikan yang lebih baik di masa mendatang. Pemerintah
pusat, daerah, dan kebupaten/kota perlu mengevaluasi alokasi anggaran yang
cukup untuk sektor pendidikan di berbagai tingkatan. Pemerintah juga harus
mengalokasikan anggaran secukupnya untuk meningkatkan berbagai sektor penunjang
mutu pendidikan di seluruh provinsi di Indonesia. Komitmen anggaran yang lebih
besar dalam sektor pendidikan akan mampu menghasilkan kualitas dan mutu
pendidikan lebih baik di masa mendatang. (Kemendagri, 2013)
Di Indonesia, UU Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur
dalam pasal 31 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sumber dana
dari pemerintah terdiri dari: Pemerintah Pusat (Departemen yang berkaitan
dengan pendidikan), pemerintah propinsi yang berkaitan dengan pendidikan,
pemerintah kabupaten/kota yang berkaitan dengan pendidikan, dan bantuan asing
(Hallak, 1985).
Dana bantuan untuk biaya pendidikan
yang berasal dari Pemerintah Pusat dialokasikan melalui Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,
yang kemudian diteruskan ke lembaga pendidikan sesuai besaran-besaran biaya
yang diperlukan. Sedangkan dana yang berasal dari Pemerintah Daerah
(propinsi/kabupaten/kota) dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Besarnya dana yang diberikan kepada sekolah dari APBD antara
satu daerah dengan daerah lainnya berbeda bergantung pada besar kecilnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta perhatian pemerintah setempat terhadap
dunia pendidikan.
Dalam upaya meningkatan mutu
pendidikan nasional, sejak beberapa tahun lalu pemerintah telah memberikan
bantuan dana pembangunan pendidikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus
(DAK) bidang Pendidikan. Namun, bantuan dana yang diberikan pemerintah tersebut
dinilai masih sangat kecil dan juga tidak memenuhi amanat konstitusi. UUD 1945
Amandemen IV Tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
Selain UUD 1945 Amandemen IV Tahun
2002, hal tersebut juga di atur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan nasional, yang berbunyi : “Dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% (dua puluh
persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sector
pendidikan dan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
Anggaran pendidikan sebesar 20% yang
diambil dari APBN dan APBD ini dikenal dengan istilah Dana Alokasi Khusus
(DAK). Namun, apakah DAK bidang pendidikan sebesar 20% (dua puluh persen) ini
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya yaitu untuk Menuntaskan Pelaksanaan
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, Pemerataan dan Perluasan
Akses Pendidikan, serta Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Pendidikan.
DAK adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu
dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk :
(1) Membiayai
kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional;
dan
(2) Membiayai
kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai
oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan
menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas
nasional.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan
Pemerintah (PP), Pemerintah telahmengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang
Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi
pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana
fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk
pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal.
Sebagai contoh,
penggunaan DAK bidang pendidikan meliputi:
1. Rehabilitasi
gedung sekolah/ruang kelas
2.
Pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC
3.
Pengadaan/perbaikan meubelair ruang kelas dan lemari perpustakaan
4.
Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah dan
5. Peningkatan
mutu sekolah dengan pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana
perpustakaan serta
fasilitas pendidikan lainnya di sekolah. (Mahendra, 2005)
DAK tidak dapat digunakan untuk
mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian,
pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan penyusunan rencana dan
program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik, kegiatan penelitian dalam
rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan perjalanan pegawai daerah
dan kegiatan umum lainnya yang sejenis. Sedangkan bagian anggaran pendidikan
dalam DAU terdiri atas DAU untuk gaji pendidik dan DAU untuk non gaji.
PP RI No. 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan menyatakan dalam Pasal
1 ayat (3) dalam PP ini berbunyi: “Dana pendidikan adalah sumber daya keuangan
yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan”, dan dalam
ayat (4) berbunyi: “Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan
yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan”.
Dalam Pasal 2 ayat (1) berisi
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat”. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. penyelenggara
atau satuan pendidikan (SP) yang didirikan masyarakat
b. peserta didik, orang
tua atau wali peserta didik dan
c. pihak lain selain
yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian dan peranan
dalam bidang pendidikan.
Tanggung jawab peserta didik, orang
tua, dan/atau wali peserta didik diatur dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49.
Dalam Pasal 47 “Peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik
bertanggung jawab atas:
a.
Biaya pribadi peserta didik
b. Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk SP bukan pelaksana program wajib belajar
c. Pendanaan biaya personalia pada SP bukan pelaksan program wajib belajar
d. Pendanaan biaya nonpersonalia pada SP bukan pelaksana program wajib belajar
e. Pendanaan sebagian biaya investasi pendidikan dan/atau sebagian biaya operasi pendidikan tambahan yang diperlukan untuk mengembangkan SP menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal”.
b. Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk SP bukan pelaksana program wajib belajar
c. Pendanaan biaya personalia pada SP bukan pelaksan program wajib belajar
d. Pendanaan biaya nonpersonalia pada SP bukan pelaksana program wajib belajar
e. Pendanaan sebagian biaya investasi pendidikan dan/atau sebagian biaya operasi pendidikan tambahan yang diperlukan untuk mengembangkan SP menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal”.
Dalam Pasal 48 berisi “Tanggung
jawab peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik dalam pendanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf b sampai huruf e ditujukan untuk:
a. menutupi
kekurangan pendanaan SP dalam memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan
b. mendanai program
peningkatan mutu satuan pendidikan di atas SNP
Pasal 55 ayat (1)
“Peserta didik atau orang tua/walinya dapat memberikan sumbangan pendidikan
yang sama sekali tidak mengikat kepada satuan pendidikan secara sukarela di
luar yang telah diatur dalam Pasal 52”. Pasal 55 ayat (2) “Penerimaan,
penyimpanan, dan penggunaan sumbangan pendidikan yang bersumber dari peserta
didik atau orang tua/walinya, diaudit oleh akuntan publik, diumumkan secara
transparan di media cetak berskala nasional, dan dilaporkan kepada Menteri
apabila jumlahnya lebih besar dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh
Menteri”.
Pengelolaam dana pendidikan diatur
dalam Pasal 58, Pasal 59, dan seterusnya hingga Pasal 73. Pasal 63 ayat (1)
Penerimaan dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat oleh SP yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam ayat (2) disebutkan : “Dana pendidikan pada satuan
pendidikan bukan penyelenggara program wajib belajar yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah yang belum berbadan hukum dikelola dengan
menggunakan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum”. (Mattalatta,
2008)
Faktor Yang Mempengaruhi Biaya
Pendidikan
Dalam sistem pendidikan terdapat lima unsur penting,
yaitu (1) tujuan, (2) output, (3) manfaat, (4) proses, dan (5) input. Setiap
penggunaan input akan menimbulkan biaya bagi suatu sistem, baik yang dinyatakan
secara fisik (real resources) maupun dalam satuan uang. Secara umum input yang
digunakan dalam sistem pendidikan antara lain ialah siswa, guru, bahan
pengajaran, fasilitas fisik, peralatan pendukung seperti air, listrik dll.
Jumlah yang
diperlukan, kualitas dan proporsi dari berbagai input di atas tidak hanya
tergantung pada jumlah siswa yang dilayani, tetapi juga tergantung pada sifat
penyelenggaraan pendidikan, tujuan pendidikan, dan kebutuhan siswa. Selain dari
faktor-faktor ini, besarnya biaya penyelenggaraan pendidikan juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor lain, di antaranya yang berada dalam kendali sekolah,
ialah :
(1) teknologi yang diterapkan di
bidang pendidikan,
(2) struktur gaji guru,
(3) jumlah siswa DO dan yang
mengulang, dan
(4) tingkat penggunaan sumberdaya
yang di miliki.
Penerapan
teknologi di bidang pendidikan berkaitan dengan pengamatan mengenai pengaruh
penyelenggaraan pendidikan dasar yang bersifat labour-intensive terhadap biaya
pendidikan. Dengan sifatnya yang labour-intensive, maka segala upaya yang
ditempuh sekolah untuk meningkatkan mutu, misalnya dengan cara menurunkan besar
kelas atau menurunkan rasio siswa guru, dan meningkatkan mutu guru akan selalu
berakibat tingginya biaya pendidikan. Tetapi apakah penerapan teknologi modern
akan dapat menurunkan biaya pendidikan masih harus dikaji lebih mendalam,
karena hal ini akan sangat bergantung pada kondisi masing-masing kabupaten/kota
dan sekolah.
Pengaruh
struktur gaji guru dimaksudkan di sini ialah bahwa dengan bertambah lamanya
waktu, jumlah gaji guru akan semakin meningkat karena adanya kenaikan gaji,
kenaikan pangkat, tunjangan dan sebagainya. Terlebih lagi jika jumlah guru baru
yang masuk ke sekolah dengan gaji awal yang biasanya rendah, jauh lebih
sedikit.
Biaya satuan
per siswa juga dipengaruhi oleh tingkat pemanfaatan waktu guru dan fasilitas
pendidikan yang dimiliki. Investasi gedung dan peralatan yang mahal tetapi
tidak optimal pemanfaatannya (ideal), akan berakibat tingginya biaya
pendidikan. Upaya mengalokasikan dan menggunakan sumberdaya yang dimiliki
secara lebih baik erat kaitannya dengan upaya menekan biaya pendidikan.
Memperhatikan berbagai faktor di atas, maka biaya penyelenggaraan pendidikan
akan sangat bervariasi antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, antara
sekolah desa dengan kota, antara sekolah biasa dengan sekolah favorit, dan
antara berbagai jenjang kelas. Mengetahui sepenuhnya mengenai pengaruh dari
faktor-faktor di atas terhadap biaya pendidikan akan sangat membantu sekolah
dalam menyusun anggaran tahunannya baik anggaran operasional maupun anggaran untuk
investasi dan pengembangan.
Hal dasar yang sangat dibutuhkan dalam
upaya pemerataan pendidikan Indonesia adalah dana serta penyaluranya yang jelas
dan mudah. Dana dibutuhkan oleh pemerintah untuk memperbaiki sarana dan prasana
sekolah yang ada di daerah, membiayai guru yang berkualitas, membangun atau
menciptakan sumber daya manusia di daerah, dan pemberian subsidi supaya seluruh
golongan masyarakat dapat menjangkau biaya pendidikan. Jelas dan mudahnya
penyaluran dana sangat membantu kelancaran pemeratan pendidikan di setiap
pelosok negeri Indonesia. Kekurangan dana jangan sekali-kali dijadikan alasan
oleh pemerintah bahwa pendidikan tidak bisa merata secara keseluruhan.
Berdasarkan data APBN tahun 2010
sampai dengan 2015 Alokasi anggaran pendidikan telah memenuhi amanat UUD 1945
yaitu minimal 20% dari belanja negara. Alokasi Anggaran Pendidikan melalui
belanja Pemerintah Pusat meningkat dari Rp96,5 triliun pada tahun 2010
menjadi Rp154,2 triliun pada tahun 2015. Alokasi anggaran pendidikan pada
Pemerintah Pusat digunakan antara lain untuk penyediaan beasiswa untuk
siswa/mahasiswa kurang mampu, rehabilitasi ruang kelas, pembangunan unit
sekolah baru dan ruang kelas baru, serta pembangunan prasarana pendukung dan
pemberian tunjangan profesi guru. Dari tahun 2010-2015, alokasi anggaran
pendidikan pada transfer ke daerah juga mengalami perkembangan yang sangat
signifikan, yaitu dari Rp127,7 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp254,9 triliun
pada tahun 2015. Alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah sebagian
besar disalurkan melalui DAU, Tunjangan Profesi Guru dan BOS. (Ashari, 2014)
Sudah jelas sekali bahwa anggaran
untuk pendidikan begitu banyak. Dengan anggaran yang begitu banyak seharusnya
pemeratan pendidikan di Indonesia dapat terlaksana dengan baik.
Kenyataannya sampai sekarang masih banyak ditemui anak putus sekolah, ini
dikarenakan mahalnya biaya pendidikan. Banyak ditemui gedung yang tidak layak
pakai yang masih digunakan untuk aktivitas belajar di sekolah. Disinyalir salah
satu penyebabnya adalah korupsi. Alokasi uang negara yang seharusnya untuk
biaya pembangunan pendidikan banyak digelapkan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab.
Hal inilah yang menjadi penyebab pembangunan pendidikan di tidak dapat
terealisasi dengan merata. Disamping korupsi, faktor penghambat terlaksananya
kelancaran pemerataan pendidikan di Indonesia adalah penyaluran dana yang tidak
jelas dan rantai penyaluran dana yang panjang sehingga memberikan peluang bagi
oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyelewengkan dana tersebut.
Selain itu pengawasan dana APBD dan
APBN yang dialokasikan untuk biaya pendidikan dan ketegasan supaya tidak
terjadi kebocoran anggaran masih kurang. Pemerintah sudah berhasil membangun
infrastruktur secara merata termasuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar
di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Namun, komitmen pemerintah
provinsi masih lemah dalam mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) untuk pendidikan.
Banyak daerah mengalokasikan anggaran
pendidikan kurang dari 20 persen dari (APBD). Lima daerah teratas dengan
alokasi dana pendidikan tertinggi di Indonesia antara lain, DKI Jakarta 22,3
persen, Kalimantan Selatan 9,8 persen, Yogyakarta 9,7 persen, Kepulauan Riau
9,6 persen, dan Maluku Utara 9,2 persen. Sementara, daerah dengan alokasi dana
pendidikan terendah yakni Jawa Timur 1,7 persen dan Papua 1,4 persen. (Nadlir, 2017) mengutip dari
Kompas.com
Berdasarkan data pencapaian pendidikan
seluruh rakyat Indonesia telah dianggap bisa mendapatkan akses ke pendidikan.
Mungkin karena dana Biaya Oprasional Sekolah (BOS) dianggap sebagai sebuah
solusi yang dapat memperkuat pendidikan, sehingga dana yang ada dibagikan
dibagikan secara merata pula ke semua sekolah berdasarkan jumlah muridnya.
Padahal jumlah murid kebanyakan sekolah pinggiran tidak sebanyak jumlah murid
sekolah favorit, sehingga jumlah dana BOS yang didapatkan oleh sekolah
pinggiran lebih sedikit dibanding yang didapatkan oleh sekolah favorit. Selain
itu, tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang merata.
Kebanyakan sekolah pinggiran justru
kekurangan berbagai sumber daya, dari ruang kelas dan mobiler yang rusak sampai
kekurangan guru. Di kebanyakan sekolah pinggiran, justru terdapat lebih banyak
guru honorer yang gajinya di bebankan pada dana BOS. Akibatnya, sekolah
pinggiran menggunakan hampir sebagian besar dana BOS untuk membiayai kebutuhan
yang mendasar, seperti gaji guru, perbaikan mobiler, dan perbaikan ruangan
kelas. Sementara sekolah favorit dapat menyisihkan sebagian dana BOS untuk
membeli peralatan belajar mengajar dan mengirimkan sebagian gurunya ke
pelatihan - pelatihan. Sekolah favorit makin baik, sekolah pinggiran makin
terpuruk.
Kesenjangan pendidikan antara sekolah
pinggiran dan favorit semakin jelas terlihat. Contohnya pengalokasian dana yang
dikhususkan untuk Rintisan ataupun Sekolah Bersetandar Internasional (R/SBI).
Namun, tidak ada dana yang dikhususkan untuk Sekolah pinggiran. Dana anggaran
khusus atau (DAK) sering diajukan sebagai jawaban untuk permasalahan yang di
hadapi oleh sekolah pinggiran. Namun pada prakteknya, cukup banyak
sekolah-sekolah yang masih kesulitan mendapatkan DAK dalam operasionalnya.
Sementara sekolah RSBI di kecamatan yang sama, selain bisa mendapatkan tambahan
uang sekolah untuk biaya operasional sekolah, bisa pula mendapatkan dana
tunjangan khusus untuk RSBI, dan hampir setiap tahunnya mendapatkan alokasi
DAK. Padahal apabila pemerataan pendidikan berkualitas dijadikan sebuah
prioritas, maka kebijakan pendidikan juga akan berpihak kepada sekolah yang
lebih membutuhkan. (Leo, 2016) (Samuel, 2016)
Apabila penyaluran dana BOS dan DAK
mempertimbangkan faktor pemerataan pendidikan berkualitas, maka sekolah-sekolah
pinggiran yang justru perlu mendapatkan prioritas utama pendanaan.
Bila seluruh alokasi dana pendidikan
dapat terserap sepenuhnya dan tepat sasaran, diyakini akan terjadi peningkatan
sarana dan prasarana sekolah, penugasan tenaga pengajar yang kompeten di daerah
terpencil dapat dibiayai, adanya subsidi menjadikan biaya pendidikan menjadi
terjangkau oleh seluruh golongan masyarakat.
Penyaluran anggaran selama ini dinilai tidak tepat sasaran dikarenakan
masih banyaknya sekolah yang lebih membutuhkan , namun tidak tersentuh bantuan.
Bantuan anggaran lebih berfokus kepada sekolah-sekolah diperkotaan. Sedangkan
sekolah dipelosok daerah masih banyak yang belum memadai. Berikut adalah
beberapa solusi bagi pemerataan anggaran pendidikan :
1.
Membuat Prioritas Anggaran Pendidikan
Pemerintah mempriotaskan anggaran
pendidikan untuk rakyat miskin untuk meringankan biaya pendidikan. Pemerintah
juga harus fokus dalam pada pengalokasian anggaran pendidikan dari APBN dan
APBD harus direalisasikan dengan nyata dan konsisten. Karena pemerintah
memberikan anggaran 20 % dari APBN untuk pendidikan. Program wajib bealajar 9
tahun juga harus ditingkatkan lagi. Pemerintah juga harus tetap mengawasi
penggunaan dana BOS dalam tiap sekolah agar penggunaan dana BOS digunakan
dengan semestinya.
2. Perbaikan dan Penguatan Pengawasan Penyaluran
Anggaran
Minimnya
pengawasan dan kurang tegasnya hukum mengenai penyaluran anggaran pendidikan,
membuat pratek korupsi mempunyai peluang yang sangat besar. Perlu adanya
tindakan pengawasan yang ketat dari pihak yang terkait, serta mengajak
masyarakat berpartisipasi di dalamnya untuk melaporkan segala macam tindakan –
tindakan yang tidak diperbolehkan seperti pungutan liar dan sejenisnya yang
mengatas namakan untuk operasional pendidikan. Selain itu, memastikan setiap
anggaran tersalurkan dengan baik kepada pihak yang semestinya menerima.
Dalam
pengawasan pengelolaan anggaran, perlu adanya lembaga yang kompeten,
professional, independen serta akuntabel dalam menjalankan pengawasan akan
anggaran, dalam hal ini BPK (Badan Pengawas Keuangan) memiliki kewajiban untuk
memeriksa jalur keuangan anggaran setiap lembaga pendidikan sehingga lebih
transparan. Sehingga masyrakat dapat menilai langsung apakah, penyaluran
anggaran selama ini sudah terawasi atau tidak.
Anggaran
yang besar tidak dapat menjamin kualitas pendidikan, masih banyak aspek yang
mesti diperhatikan. Perlu adanya peranan dan kesadaran dari semua pihak, bahwa
perbaikan di bidang pendidikan bukan hanya tanggungjawab pemerintah tetapi
semua warga negara agar tujuan pendidikan semakin mudah tercapai.
3.
Penggunaan
Anggaran yang Efektif dan Efisien
Anggaran
pendidikan yang besar tidak akan cukup apabila penggunaannya tidak efektif dan
efisien. Banyak sekali kebocoran anggaran yang terjadi selama ini. Salah satu
fakta di lapangan ditemukan bahwa, banyaknya sekolah yang rusak di karenakan
pembangunan sekolah menggunakan material yang tidak standar, sehingga sangat
mudah rusak. Hal semacam ini terus terjadi dan bahkan sudah menjadi budaya
dikalangan pemangku jabatan baik di pihak kementerian maupun pihak sekolah.
Apabila hal ini terus dibiarkan maka, kebutuhan anggaran akan infrastruktur
tidak akan pernah tercukupi.
4.
Perbaikan
Instansi Pendidikan
Kemdikbud
khususnya dan kementerian lain yang juga mendapat alokasi dana pendidikan ini
hendaknya melaksanakan perbaikan di instansinya. Hal ini bisa diciptakan
pertama melalui peningkatan kompetensi SDM yang ada di dalamnya, mulai dari
level tertinggi sampai level terendah. Selain itu perlunya dibentuk segera
lembaga pengawasan pendidikan. Dengan alokasi dana sangat besar, maka dimungkinkan
terjadi penyelewengan. Oleh karena itu adanya lembaga pengawasan yang
independen diharapkan akan tercapainya aspek akuntabilitas publik, sehingga
dana itu dipastikan akan sampai hingga tujuan yang semestinya. Dalam tataran
perencanaan anggaran, setiap pemangku kepentingan terutama yang bergerak di
bidang budget planning hendaknya menjadikan Performance Base Budgeting sebagai
acuan, karena setiap rupiah uang yang keluar dari APBN harus dapat ditunjukkan
kinerjanya. Termasuk dalam hal ini adalah anggaran pendidikan yang mendapat
porsi yang besar dari APBN.
5.
Perbaikan
Mutu Pendanaan
Jumlah
dana yang diserahkan ke daerah mencapai Rp158 triliun, antara lain untuk gaji
guru, dana alokasi pendidikan di luar gaji, tunjangan gaji guru dan Dana Bantuan
Operasional Sekolah, BOS.
Secara
total, gaji guru memakan 80% dari total anggaran pendidikan. Dan alokasi
seperti ini, kata salah seorang arsitek amandemen UUD 1945 tentang pendidikan,
Profesor Soedijarto, menyimpang dari UUD karena gaji guru seharusnya tidak
masuk anggaran pendidikan.
"Itu
memang diperlukan uang sekurang-kurangnya 20%, tidak termasuk gaji dan
kedinasan. Jadi Lemhanas, penataran-penataran kedinasan itu bukan pendidikan
dalam pengertian dimaksud. Itu sudah upgrading, sudah tanggungjawab
manajemen setiap departemen," jelas Profesor Soedijarto. (Bonasir,
2011)
Dana
20% dari pemerintah sebenarnya sudah memenuhi amanah Undang-Undang akan tetapi
karena sebagian besar total anggaran pendidikan digunakan untuk gaji guru,
akhirnya yang terkena dampaknya. Jika 20% itu benar-benar diserap oleh
pendidikan di luar gaji guru maka pendanaan pendidikan dapat terpenuhi.
6.
Peningkatan
Partisipasi Masyarakat
Seiring perkembangan kehidupan manusia
yang begitu dinamis, maka kini telah mulai dipikirkan kemungkinan cara dan
strategi penanggulangan kualitas pendidikan. Dan salah satu unsur yang tidak
dapat diabaikan dalam penanggulangan kualitas pendidikan tersebut adalah
masyarakat
Untuk mengetahui seberapa besar peran masyarakat terhadap pendidikan, sebaiknya jangan hanya memandang dari segi pendanaan saja, walaupun peran pendanaan seringkali dijadikan sebagai tolok ukur untuk melihat sampai sejauh mana peran itu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah paham, sebab peran masyarakat secara umum terhadap pendidikan sangatlah besar, baik dari pendanaan ataupun non pendanaan seperti perencanaan, pembangunan, pengelolaan, pengawasan dan pemanfaatan produk pendidikan (lulusan, hasil penelitian dan lain-lain).
Untuk mengetahui seberapa besar peran masyarakat terhadap pendidikan, sebaiknya jangan hanya memandang dari segi pendanaan saja, walaupun peran pendanaan seringkali dijadikan sebagai tolok ukur untuk melihat sampai sejauh mana peran itu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah paham, sebab peran masyarakat secara umum terhadap pendidikan sangatlah besar, baik dari pendanaan ataupun non pendanaan seperti perencanaan, pembangunan, pengelolaan, pengawasan dan pemanfaatan produk pendidikan (lulusan, hasil penelitian dan lain-lain).
Secara umum dapat dikatakan bahwa di
luar biaya yang bersumber dari pemerintah, proses pendidikan berjalan berkat
peran serta keluarga. Kontribusi keluarga (diperkirakan) sangat besar, bahkan
dibandingkan dengan dari sumber dana pemerintah. Hanya masalahnya hal ini tidak
dihitung. Studi-studi yang ada selama ini cenderung untuk menyimpulkan bahwa
dana sekolah sebagian besar bersumber dari pemerintah. Ini disebabkan karena
pendekatan yang digunakan lebih didasarkan atas dana yang dialokasikan oleh
pemerintah, dan kurang menghitung dana dari keluarga. (Biro Keuangan
Sekertariat Jendral Depdiknas, 2001: 6).
Terbukanya kesempatan bagi masyarakat
dan orangtua peserta didik untuk mengevaluasi proses pendidikan, memungkinkan
munculnya partisipasi masyarakat sekitar dan khususnya orangtua peserta didik
dalam menyelenggarakan pendidikan. Misalnya, sekolah bisa mengundang orangtua
dan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan dan
operasionalisasi kegiatan sekolah. Orangtua dan masyarakat sekitar yang mampu
bisa diajak untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan. Dengan demikian,
secara nasional bisa dilaksanakan realokasi anggaran pembangunan pendidikan.
Anggaran pendidikan pemerintah yang
terbatas hanya diarahkan pada sekolah-sekolah yang memiliki peserta didik dengan
latar belakang yang kurang mampu. Sedangkan bagi sekolah-sekolah yang peserta
didiknya terdiri dari orangtua berlatar belakang sosial ekonomi relatif kaya,
diharapkan bisa membantu dalam pembiayaan sekolah.
Bahkan tidak hanya masyarakat sekitar,
karena target dan standar yang harus memiliki dukungan regional dan daerah,
maka pemerintah daerah akan secara langsung terlibat dalam menyukseskan
pendidikan di wilayah masing-masing. Diharapkan pemerintah setempat bisa
mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung pencapaian target pendidikan
tersebut.
Pemerataan alokasi anggaran pendidikan
dalam arti pemerataan pendanaan untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi
masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang.
Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan
mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan menjadi landasan
kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih
penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan
persaingan antar bangsa yang berlangsung sangat ketat.
Sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”,
dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. (Kesowo, 2003)
Problem tidak meratanya anggaran
pendidikan dari pemerintah menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses
pendidikan karena jika dana pendidikan dari pemerintah tidak dapat terserap
maka masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk mendapatkan pendidikan.
Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga harus
mendapat perhatian guna mencegah munculnya ketimpangan pendidikan.
Dari pemaparan di atas terdapat beberapa saran untuk memberikan partisipasi
terkait alokasi dana anggaran pendidikan akan dapat terealisasi dengan merata
hingga ke pelosok Indonesia dan demi terwujudnya salah satu tujuan kemerdekaan
Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, diantaranya :
1. Para
stakeholder pendidikan (guru, kepala sekolah, siswa, orang tua murid,
masyarakat) harus ikut mengawasi dan berpartisipasi aktif dalam proses
pengelolaan anggaran pendidikan. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada
efektifitas penggunaan dana pendidikan.
2. Para
pelaku pendidkan atau pihak lembaga pendidikan untuk bisa kooperatif dan
terbuka, asas tranparansi dan akuntabilitas harus dijadikan acuan dalam
pengelolaan dana pendidikan.
3. Kepada
pemangku kebijakan untuk tetap mengkaji dan mengevaluasi kebijakan yang
dikeluarkan, termasuk efektifitas pengelolaan dana pendidikan agar tepat
sasaran.
Ashari, H. (2014, December 30). Anggaran Pendidikan 20%,
Apakah sudah dialokasikan. Dipetik December 3, 2017, dari Badan Pendidikan
dan Pelatihan Keuangan: http://www.bppk.kemenkeu.go.id
Bonasir, R. (2011,
January 28). Realisasi anggaran pendidikan. Diambil kembali dari BBC
Indonesia: http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus
Glosarium. (2015,
January 1). Istilah . Dipetik December 3, 2017, dari Istilah: http://www.volimaniak.com/2015
Heru, D. (2011, January
1). Zona Ilmu Pendidikan. Dipetik January 3, 2017, dari Zona Ilmu:
http://zonainfosemua.blogspot.co.id/
Kemendagri. (2013,
December 23). Perbaiki Kualitas Pendidikan dengan Tingkatkan Anggaran.
Dipetik December 3, 2017, dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah:
http://keuda.kemendagri.go.id
Kesowo, B. (2003, July
8). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta, Jakarta, Indonesia.
Khamdan. (2011, May 31).
Problematika Pendanaan Pendidikan. Dipetik December 2017, 3, dari
Problematika Pendanaan Pendidikan : https://khamdanguru.wordpress.com
Leo. (2016, May 3 ). Permasalahan
Pemerataan Pendidikan Berkualitas. Dipetik December 12, 2017, dari
Teropong Senayan: http://www.teropongsenayan.com
Mahendra, Y. I. (2005,
December 9). Peraturan Pemerintah tentang Dana Perimbangan. Jakarta, Jakarta,
Indonesia.
Mattalatta, A. (2008,
July 4). Peraturan Pemerintah tentang Pendanaan Pendidikan. Jakarta, Jakarta,
Indonesia.
Nadlir. (2017, August
23). mendikbud-prihatin-banyak-daerah-alokasikan-anggaran-pendidikan-di-bawah-20persen.
Dipetik December 3, 2017, dari Kompas.com: http://nasional.kompas.com
Samuel. (2016, February
25). Metode Pengumpulan Data. Dipetik December 3, 2017, dari Metode
Pengumpulan Data: http://ciputrauceo.net/blog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar