Cute Blue Flying Butterfly

Kamis, 14 Desember 2017

Contoh Karya Tulis PAPBN



KARYA TULIS PELAKSANAAN APBN
ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN BELUM TEREALISASIKAN MERATA

Oleh :
Rizki Putri Esa Surya Nugroho
4102170047
D I – Kebendaharaan Negara 2017




POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGGERANG SELATAN
2017

ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN BELUM TEREALISASIKAN MERATA
Politeknik Keuangan Negara STAN
Rizki Putri Esa Surya Nugroho

Pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Sampai saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan, mengingat masih rendahnya mutu pendidikan kita dibanding dengan negara-negara berkembang lainnya. Demikian pula tingkat pemerataan mutu pendidikan sekolah secara nasional masih terdapat kesenjangan, antara sekolah di kota besar dengan sekolah yang berada di pedesaan serta masih rendahnya tingkat kemampuan ekonomi masyarakat untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu bagi anaknya, sehingga hal ini mengesankan bahwa kebijakan pemerintah di sektor pendidikan belum memihak kepada rakyat. Pemerataan realisasi anggaran pendidikan yang merupakan salah satu upaya untuk membangun sektor pendidikan yang lebih baik di masa mendatang. Pemerintah pusat, daerah, dan kebupaten/kota perlu mengevaluasi alokasi anggaran yang cukup untuk sektor pendidikan di berbagai tingkatan. Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran secukupnya untuk meningkatkan berbagai sektor penunjang mutu pendidikan di seluruh provinsi di Indonesia. Apabila seluruh alokasi dana pendidikan dapat digunakan dan terserap sepenuhnya, maka akan terjadi peningkatan sarana dan prasarana sekolah, penugasan tenaga pengajar yang kompeten di daerah terpencil dapat dibiayai, adanya subsidi menjadikan biaya pendidikan menjadi terjangkau oleh seluruh golongan masyarakat.

Kata kunci :
Pendidikan,  anggaran pendidikan.







Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Saya juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah saya pakai sebagai data dan fakta pada karya tulis ini.
Saya mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan karya tulis ini. Tidak semua hal dapat saya deskripsikan dengan sempurna dalam karya tulis ini. Saya melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang saya miliki. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar dapat memperbaiki karya tulis ini di masa mendatang.
Dengan menyelesaikan karya tulis ini saya mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil. Semoga dengan adanya karya tulis ini dapat memberikan kesadaran kepada berbagai pihak akan pentingnya berpartisipasi dalam mengawasi penyaluran anggaran pendidikan. Dengan begitu maka pendidikan akan lebih terjamin dan tidak ada kesenjangan pendidikan antara kota dan desa. Saya juga mengharapkan kinerja yang lebih baik dan tegas serta efektif dari pihak pengawas anggaran yang merupakan bagian dari kepemerintahan, sehingga realisasi anggaran pendidikan dapat dirasakan oleh semua pihak dan tepat sasaran. Sehingga salah satu tujuan dari kemerdekaan Indonesia mencerdaskan kehidupan bangsa akan segera terwujud dengan pastisipasi semua pihak.     

Tanggerang Selatan, Desember 2017

Penulis


Salah satu tujuan dari kemerdekaan Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini kita sedang memegang estafet kemerdekaan dan bertanggung jawab untuk membawa Indonesia makin mendekati tujuan kemerdekaannya. Untuk membawa Indonesia makin mendekati tujuan kemerdekaannya salah satunya adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri melalui program pendidikan yang merata di seluruh Indonesia.
Memperoleh pendidikan merupakan hak asasi manusia. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menjamin hal tersebut. Pada Pasal 31 Ayat (1) diatur bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang sudah diatur oleh UU. Perhatian bangsa Indonesia akan pentingnya pendidikan sangat besar. Sejak Indonesia merdeka sampai dengan saat ini pembangunan pendidikan telah mengalami kemajuan yang berarti. Reformasi pendidikan nasional secara mendasar melalui tata aturan perundang-undangan telah dimulai sejak tahun 1999, yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dimana dalam undang-undang tersebut dicantumkan bahwa pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia. Selain Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Amandemen II UUD 1945 Tahun 2000 juga menegaskan bahwa mengenyam pendidikan merupakan hak asasi manusia.
Mutu pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih memprihatinkan bagi kalangan pemerhati pendidikan mengingat masih rendahnya mutu pendidikan kita dibanding dengan negara-negara berkembang lainnya. Demikian pula tingkat pemerataan mutu pendidikan sekolah secara nasional masih terdapat kesenjangan, antara sekolah di kota besar dengan sekolah yang berada dipedesaan. Ditambah lagi fakta sosial menunjukkan masih rendahnya tingkat kemampuan ekonomi masyarakat untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu bagi anaknya, sehingga hal ini mengesankan bahwa kebijakan pemerintah di sektor pendidikan belum memihak kepada rakyat. Inilah realita yang dialami dunia pendidikan di Indonesia. Kondisi di ataslah yang menghambat Indonesia, untuk bisa bangkit mengatasi masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia serta tingginya angka pengangguran. Minimnya kualitas dan fasilitas pendidikan, tentunya berdampak secara signifikan terhadap kualitas manusia itu sendiri. Begitu banyaknya masalah yang dihadapi pemerintah tentunya tidak bisa kita selesaikan secara cepat.

Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Pemerintah harus bisa membuat prioritas untuk perbaikan kualitas manusia Indonesia. Realisasi anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari total APBN negara harus bisa segera direalisasikan oleh pemerintah. Jangan sampai anggaran yang telah besar ini tidak dirasakan rakyat. Kelengkapan fasilitas serta pemerataan kualitas pendidikan bagi setiap warga negara, khususnya daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Daerah-daerah seperti ini seharusnya menjadi fokus pemerintah karena banyak sekali masyarakat yang tidak memperoleh hak mereka dalam memperoleh pendidikan.
1.      Apa saja yang menjadi sumber dana pendidikan di Indonesia ?
2.      Mengapa anggaran pendidikan belum bisa terealisasikan secara merata ?
3.      Bagaimana solusi agar anggaran pendidikan dari pemerintah dapat terealisasikan dengan merata ?

Pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan dan tidak semua lapisan masyarakat dapat merasakan anggaran yang telah digulirkan oleh pemerintah. Oleh karena itu tujuan karya tulis ini untuk menganalisis realisasi anggaran pendidikan dari pemerintah agar rakyat mendapat kualitas pendidikan yang lebih baik.


Anggaran pendidikan merupakan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian atau lembaga dan alokasi anggaran melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah. (Glosarium, 2015)
Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementerian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. (Pasal 1 Angka 40 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016).

Alokasi Anggaran Pendidikan merupakan alokasi yang melalui belanja pemerintah pusat dialokasikan kepada Departemen Pendididikan Nasional dan Departemen Agama, dan dua belas lembaga lainnya (Departemen PU, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen ESDM, Departemen Perhubungan, Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pertanahan Nasional, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bagian Anggaran 69). Sementara anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH (Dana Bagi Hasil) Pendidikan, DAK (Dana Alokasi Khusus) Pendidikan, DAU (Dana Alokasi Umum) Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan. (Glosarium, Istilah , 2015)
Alokasi dana pendidikan Dalam  Undang Undang Dasar 1945 pada pasal 31 (4) mengamanahkan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi  kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Hal ini direalisasikan oleh pemerintah dengan adanya UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 (1). 
Implementasi kebijakan pendidikan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh sumber daya pendidikan (pembiayaan pendidikan) yang memadai dan dapat diandalkan untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya.
Dengan adanya perubahan kewenangan pengelolaan pendidikan dengan segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah, praktis hanya pembiayaan sekolah dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemda, sedangkan SLTP dan SLTA (dan juga perguruan tinggi) menjadi tanggung jawab Pusat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 46 :
1.      Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
2.      Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.      Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (Kesowo, 2003)

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 49 menyatakan sebagai berikut :
1.      Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2.      Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.      Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.      Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.      Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. (Kesowo, 2003)

PP RI No. 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan
Pasal 1 ayat (3) dalam PP ini berbunyi: “Dana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan”, dan dalam ayat (4) berbunyi: “Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan”.


Dalam Pasal 2 ayat (1) berisi “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan (SP) yang didirikan masyarakat
b. peserta didik, orang tua atau wali peserta didik dan
c. pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
(Mattalatta, 2008)

Pendanaan dan pembiayaan memiliki arti dan pengertian yang sama yaitu berasal dari kata biaya yang berarti uang yang dikeluarkan untuk mengadakan (mendirikan, melakukan dan sebagainya) sesuatu. Sedangkan pembiayaan itu adalah segala sesuatu yang berubungan dengan biaya.
Dalam istilah pendanaan juga dikenal dengan  “anggaran “ berarti perkiraan perhitungan atau aturan atau  bias juga taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran , atau bias juga berarti rencana penjatahan sumber daya yang dinyatakan dengan angka biasa dalam satuan uang.
Standar pembiayaan mencakup persyaratan minimal tentang biaya satuan pendidikan, prosedur dan mekanisme pengelolaan, pengalokasian, dan akuntabilitas penggunaan biaya pendidikan. Standar pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
1.      Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
2.      Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
3.      Biaya operasional satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
-          Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
-          Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. (Khamdan, 2011)


 Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metode kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metode ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. (Heru, 2011)
            Dalam pengumpulan data karya tulis ini menggunakan studi dokumen yaitu metode pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Studi dokumen adalah jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna untuk bahan analisis. Dokumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dokumen sekunder, yaitu dokumen yang ditulis berdasarkan oleh laporan/ cerita orang lain. (Samuel, 2016)
            Objek penelitian ini difokuskan pada Realisasi Anggaran Pendidikan. Peneliti mengambil sampel beberapa mahasiswa di lingkungan Politeknik Keuangan Negara STAN karena banyak mahasiswa yang memahami tentang alokasi anggaran pendidikan. Objek penelitian ini dapat memberikan analisa mengenai kebijakan pemerintah dengan realisasi anggaran pendidikan baik melalui pengalaman pribadi ataupun fakta yang terjadi di tengah masyarakat.


Kualitas pendidikan Indonesia saat ini masih rendah dan bisa dibilang memprihatinkan. Masih sering dijumpai, bangunan sekolah yang buruk kondisinya. Bahkan, sekolah-sekolah yang beratapkan langit pun masih banyak. Siswa tidak mendapatkan pasokan buku yang memadai. Dan yang fatal lagi adalah mahalnya biaya sekolah. Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Inilah realita yang dialami dunia pendidikan di Indonesia.
Kondisi di ataslah yang menghambat Indonesia, untuk bisa bangkit mengatasi masalah rendahnya kualitas sumber daya manusia serta tingginya angka pengangguran. Minimnya kualitas dan fasilitas pendidikan, tentunya berdampak secara signifikan terhadap kualitas manusia itu sendiri. Begitu banyaknya masalah yang dihadapi pemerintah tentunya tidak bisa kita selesaikan secara cepat.
Komitmen anggaran merupakan salah satu upaya membangun sektor pendidikan yang lebih baik di masa mendatang. Pemerintah pusat, daerah, dan kebupaten/kota perlu mengevaluasi alokasi anggaran yang cukup untuk sektor pendidikan di berbagai tingkatan. Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran secukupnya untuk meningkatkan berbagai sektor penunjang mutu pendidikan di seluruh provinsi di Indonesia. Komitmen anggaran yang lebih besar dalam sektor pendidikan akan mampu menghasilkan kualitas dan mutu pendidikan lebih baik di  masa mendatang. (Kemendagri, 2013)
Di Indonesia, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sumber dana dari pemerintah terdiri dari: Pemerintah Pusat (Departemen yang berkaitan dengan pendidikan), pemerintah propinsi yang berkaitan dengan pendidikan, pemerintah kabupaten/kota yang berkaitan dengan pendidikan, dan bantuan asing (Hallak, 1985).
Dana bantuan untuk biaya pendidikan yang berasal dari Pemerintah Pusat dialokasikan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, yang kemudian diteruskan ke lembaga pendidikan sesuai besaran-besaran biaya yang diperlukan. Sedangkan dana yang berasal dari Pemerintah Daerah (propinsi/kabupaten/kota) dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Besarnya dana yang diberikan kepada sekolah dari APBD antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda bergantung pada besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta perhatian pemerintah setempat terhadap dunia pendidikan.
Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan nasional, sejak beberapa tahun lalu pemerintah telah memberikan bantuan dana  pembangunan pendidikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Pendidikan. Namun, bantuan dana yang diberikan pemerintah tersebut dinilai masih sangat kecil dan juga tidak memenuhi amanat konstitusi. UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
Selain UUD 1945 Amandemen IV Tahun 2002, hal tersebut juga di atur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, yang berbunyi : “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sector pendidikan dan minimal 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Anggaran pendidikan sebesar 20% yang diambil dari APBN dan APBD ini dikenal dengan istilah Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, apakah DAK bidang pendidikan sebesar 20% (dua puluh persen) ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya yaitu untuk Menuntaskan Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan, serta Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Pendidikan.
DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk :
(1) Membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional; dan
(2) Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Pemerintah telahmengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal.
Sebagai contoh, penggunaan DAK bidang pendidikan meliputi:
1. Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas
2. Pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC
3. Pengadaan/perbaikan meubelair ruang kelas dan lemari perpustakaan
4. Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah dan
5. Peningkatan mutu sekolah dengan pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana
perpustakaan serta fasilitas pendidikan lainnya di sekolah. (Mahendra, 2005)

DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik, kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis. Sedangkan bagian anggaran pendidikan dalam DAU terdiri atas DAU untuk gaji pendidik dan DAU untuk non gaji.
PP RI No. 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan menyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) dalam PP ini berbunyi: “Dana pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan”, dan dalam ayat (4) berbunyi: “Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan”.
Dalam Pasal 2 ayat (1) berisi “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan (SP) yang didirikan masyarakat
b. peserta didik, orang tua atau wali peserta didik dan
c. pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

Tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik diatur dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49. Dalam Pasal 47 “Peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik bertanggung jawab atas:
a. Biaya pribadi peserta didik
b. Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk SP bukan pelaksana program wajib belajar
c. Pendanaan biaya personalia pada SP bukan pelaksan program wajib belajar
d. Pendanaan biaya nonpersonalia pada SP bukan pelaksana program wajib belajar
e. Pendanaan sebagian biaya investasi pendidikan dan/atau sebagian biaya operasi pendidikan tambahan yang diperlukan untuk mengembangkan SP menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal”.

Dalam Pasal 48 berisi “Tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau wali peserta didik dalam pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf b sampai huruf e ditujukan untuk:
a. menutupi kekurangan pendanaan SP dalam memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan
b. mendanai program peningkatan mutu satuan pendidikan di atas  SNP

Pasal 55 ayat (1) “Peserta didik atau orang tua/walinya dapat memberikan sumbangan pendidikan yang sama sekali tidak mengikat kepada satuan pendidikan secara sukarela di luar yang telah diatur dalam Pasal 52”. Pasal 55 ayat (2) “Penerimaan, penyimpanan, dan penggunaan sumbangan pendidikan yang bersumber dari peserta didik atau orang tua/walinya, diaudit oleh akuntan publik, diumumkan secara transparan di media cetak berskala nasional, dan dilaporkan kepada Menteri apabila jumlahnya lebih besar dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri”.
Pengelolaam dana pendidikan diatur dalam Pasal 58, Pasal 59, dan seterusnya hingga Pasal 73. Pasal 63 ayat (1) Penerimaan dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat oleh SP yang diselenggarakan oleh Pemerintah dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam ayat (2) disebutkan : “Dana pendidikan pada satuan pendidikan bukan penyelenggara program wajib belajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang belum berbadan hukum dikelola dengan menggunakan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum”. (Mattalatta, 2008)

Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan
Dalam sistem pendidikan terdapat lima unsur penting, yaitu (1) tujuan, (2) output, (3) manfaat, (4) proses, dan (5) input. Setiap penggunaan input akan menimbulkan biaya bagi suatu sistem, baik yang dinyatakan secara fisik (real resources) maupun dalam satuan uang. Secara umum input yang digunakan dalam sistem pendidikan antara lain ialah siswa, guru, bahan pengajaran, fasilitas fisik, peralatan pendukung seperti air, listrik dll.
Jumlah yang diperlukan, kualitas dan proporsi dari berbagai input di atas tidak hanya tergantung pada jumlah siswa yang dilayani, tetapi juga tergantung pada sifat penyelenggaraan pendidikan, tujuan pendidikan, dan kebutuhan siswa. Selain dari faktor-faktor ini, besarnya biaya penyelenggaraan pendidikan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, di antaranya yang berada dalam kendali sekolah, ialah :
(1) teknologi yang diterapkan di bidang pendidikan,
(2) struktur gaji guru,
(3) jumlah siswa DO dan yang mengulang, dan
(4) tingkat penggunaan sumberdaya yang di miliki.

Penerapan teknologi di bidang pendidikan berkaitan dengan pengamatan mengenai pengaruh penyelenggaraan pendidikan dasar yang bersifat labour-intensive terhadap biaya pendidikan. Dengan sifatnya yang labour-intensive, maka segala upaya yang ditempuh sekolah untuk meningkatkan mutu, misalnya dengan cara menurunkan besar kelas atau menurunkan rasio siswa guru, dan meningkatkan mutu guru akan selalu berakibat tingginya biaya pendidikan. Tetapi apakah penerapan teknologi modern akan dapat menurunkan biaya pendidikan masih harus dikaji lebih mendalam, karena hal ini akan sangat bergantung pada kondisi masing-masing kabupaten/kota dan sekolah.
Pengaruh struktur gaji guru dimaksudkan di sini ialah bahwa dengan bertambah lamanya waktu, jumlah gaji guru akan semakin meningkat karena adanya kenaikan gaji, kenaikan pangkat, tunjangan dan sebagainya. Terlebih lagi jika jumlah guru baru yang masuk ke sekolah dengan gaji awal yang biasanya rendah, jauh lebih sedikit.
Biaya satuan per siswa juga dipengaruhi oleh tingkat pemanfaatan waktu guru dan fasilitas pendidikan yang dimiliki. Investasi gedung dan peralatan yang mahal tetapi tidak optimal pemanfaatannya (ideal), akan berakibat tingginya biaya pendidikan. Upaya mengalokasikan dan menggunakan sumberdaya yang dimiliki secara lebih baik erat kaitannya dengan upaya menekan biaya pendidikan. Memperhatikan berbagai faktor di atas, maka biaya penyelenggaraan pendidikan akan sangat bervariasi antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, antara sekolah desa dengan kota, antara sekolah biasa dengan sekolah favorit, dan antara berbagai jenjang kelas. Mengetahui sepenuhnya mengenai pengaruh dari faktor-faktor di atas terhadap biaya pendidikan akan sangat membantu sekolah dalam menyusun anggaran tahunannya baik anggaran operasional maupun anggaran untuk investasi dan pengembangan.

Hal dasar yang sangat dibutuhkan dalam upaya pemerataan pendidikan Indonesia adalah dana serta penyaluranya yang jelas dan mudah. Dana dibutuhkan oleh pemerintah untuk memperbaiki sarana dan prasana sekolah yang ada di daerah, membiayai guru yang berkualitas, membangun atau menciptakan sumber daya manusia di daerah, dan pemberian subsidi supaya seluruh golongan masyarakat dapat menjangkau biaya pendidikan. Jelas dan mudahnya penyaluran dana sangat membantu kelancaran pemeratan pendidikan di setiap pelosok negeri Indonesia. Kekurangan dana jangan sekali-kali dijadikan alasan oleh pemerintah bahwa pendidikan tidak bisa merata secara keseluruhan.
Berdasarkan data APBN tahun 2010 sampai dengan 2015 Alokasi anggaran pendidikan telah memenuhi amanat UUD 1945 yaitu minimal 20% dari belanja negara. Alokasi Anggaran Pendidikan melalui belanja Pemerintah Pusat meningkat dari Rp96,5  triliun pada tahun 2010 menjadi Rp154,2 triliun pada tahun 2015. Alokasi anggaran pendidikan pada Pemerintah Pusat digunakan antara lain untuk penyediaan beasiswa untuk siswa/mahasiswa kurang mampu, rehabilitasi ruang kelas, pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru, serta pembangunan prasarana pendukung dan pemberian tunjangan profesi guru. Dari tahun 2010-2015, alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah juga mengalami perkembangan yang sangat signifikan, yaitu dari Rp127,7 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp254,9 triliun pada tahun 2015. Alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah sebagian besar disalurkan melalui DAU, Tunjangan Profesi Guru dan BOS. (Ashari, 2014)
Sudah jelas sekali bahwa anggaran untuk pendidikan begitu banyak. Dengan anggaran yang begitu banyak seharusnya pemeratan pendidikan di Indonesia dapat terlaksana dengan baik. Kenyataannya sampai sekarang masih banyak ditemui anak putus sekolah, ini dikarenakan mahalnya biaya pendidikan. Banyak ditemui gedung yang tidak layak pakai yang masih digunakan untuk aktivitas belajar di sekolah. Disinyalir salah satu penyebabnya adalah korupsi. Alokasi uang negara yang seharusnya untuk biaya pembangunan pendidikan banyak digelapkan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal inilah yang menjadi penyebab pembangunan pendidikan di tidak dapat terealisasi dengan merata. Disamping korupsi, faktor penghambat terlaksananya kelancaran pemerataan pendidikan di Indonesia adalah penyaluran dana yang tidak jelas dan rantai penyaluran dana yang panjang sehingga memberikan peluang bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyelewengkan dana tersebut.
Selain itu pengawasan dana APBD dan APBN yang dialokasikan untuk biaya pendidikan dan ketegasan supaya tidak terjadi kebocoran anggaran masih kurang. Pemerintah sudah berhasil membangun infrastruktur secara merata termasuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Namun, komitmen pemerintah provinsi masih lemah dalam mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pendidikan.
Banyak daerah mengalokasikan anggaran pendidikan kurang dari 20 persen dari (APBD). Lima daerah teratas dengan alokasi dana pendidikan tertinggi di Indonesia antara lain, DKI Jakarta 22,3 persen, Kalimantan Selatan 9,8 persen, Yogyakarta 9,7 persen, Kepulauan Riau 9,6 persen, dan Maluku Utara 9,2 persen. Sementara, daerah dengan alokasi dana pendidikan terendah yakni Jawa Timur 1,7 persen dan Papua 1,4 persen. (Nadlir, 2017) mengutip dari Kompas.com
Berdasarkan data pencapaian pendidikan seluruh rakyat Indonesia telah dianggap bisa mendapatkan akses ke pendidikan. Mungkin karena dana Biaya Oprasional Sekolah (BOS) dianggap sebagai sebuah solusi yang dapat memperkuat pendidikan, sehingga dana yang ada dibagikan dibagikan secara merata pula ke semua sekolah berdasarkan jumlah muridnya. Padahal jumlah murid kebanyakan sekolah pinggiran tidak sebanyak jumlah murid sekolah favorit, sehingga jumlah dana BOS yang didapatkan oleh sekolah pinggiran lebih sedikit dibanding yang didapatkan oleh sekolah favorit. Selain itu, tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang merata.
Kebanyakan sekolah pinggiran justru kekurangan berbagai sumber daya, dari ruang kelas dan mobiler yang rusak sampai kekurangan guru. Di kebanyakan sekolah pinggiran, justru terdapat lebih banyak guru honorer yang gajinya di bebankan pada dana BOS. Akibatnya, sekolah pinggiran menggunakan hampir sebagian besar dana BOS untuk membiayai kebutuhan yang mendasar, seperti gaji guru, perbaikan mobiler, dan perbaikan ruangan kelas. Sementara sekolah favorit dapat menyisihkan sebagian dana BOS untuk membeli peralatan belajar mengajar dan mengirimkan sebagian gurunya ke pelatihan - pelatihan. Sekolah favorit makin baik, sekolah pinggiran makin terpuruk.
Kesenjangan pendidikan antara sekolah pinggiran dan favorit semakin jelas terlihat. Contohnya pengalokasian dana yang dikhususkan untuk Rintisan ataupun Sekolah Bersetandar Internasional (R/SBI). Namun, tidak ada dana yang dikhususkan untuk Sekolah pinggiran. Dana anggaran khusus atau (DAK) sering diajukan sebagai jawaban untuk permasalahan yang di hadapi oleh sekolah pinggiran. Namun pada prakteknya, cukup banyak sekolah-sekolah yang masih kesulitan mendapatkan DAK dalam operasionalnya. Sementara sekolah RSBI di kecamatan yang sama, selain bisa mendapatkan tambahan uang sekolah untuk biaya operasional sekolah, bisa pula mendapatkan dana tunjangan khusus untuk RSBI, dan hampir setiap tahunnya mendapatkan alokasi DAK. Padahal apabila pemerataan pendidikan berkualitas dijadikan sebuah prioritas, maka kebijakan pendidikan juga akan berpihak kepada sekolah yang lebih membutuhkan. (Leo, 2016) (Samuel, 2016)
Apabila penyaluran dana BOS dan DAK mempertimbangkan faktor pemerataan pendidikan berkualitas, maka sekolah-sekolah pinggiran yang justru perlu mendapatkan prioritas utama pendanaan.

Bila seluruh alokasi dana pendidikan dapat terserap sepenuhnya dan tepat sasaran, diyakini akan terjadi peningkatan sarana dan prasarana sekolah, penugasan tenaga pengajar yang kompeten di daerah terpencil dapat dibiayai, adanya subsidi menjadikan biaya pendidikan menjadi terjangkau oleh seluruh golongan masyarakat.

Penyaluran anggaran selama ini dinilai tidak tepat sasaran dikarenakan masih banyaknya sekolah yang lebih membutuhkan , namun tidak tersentuh bantuan. Bantuan anggaran lebih berfokus kepada sekolah-sekolah diperkotaan. Sedangkan sekolah dipelosok daerah masih banyak yang belum memadai. Berikut adalah beberapa solusi bagi pemerataan anggaran pendidikan :
1.      Membuat Prioritas Anggaran Pendidikan
Pemerintah mempriotaskan anggaran pendidikan untuk rakyat miskin untuk meringankan biaya pendidikan. Pemerintah juga harus fokus dalam pada pengalokasian anggaran pendidikan dari APBN dan APBD harus direalisasikan dengan nyata dan konsisten. Karena pemerintah memberikan anggaran 20 % dari APBN untuk pendidikan. Program wajib bealajar 9 tahun juga harus ditingkatkan lagi. Pemerintah juga harus tetap mengawasi penggunaan dana BOS dalam tiap sekolah agar penggunaan dana BOS digunakan dengan semestinya.
2.      Perbaikan dan Penguatan Pengawasan Penyaluran Anggaran
Minimnya pengawasan dan kurang tegasnya hukum mengenai penyaluran anggaran pendidikan, membuat pratek korupsi mempunyai peluang yang sangat besar. Perlu adanya tindakan pengawasan yang ketat dari pihak yang terkait, serta mengajak masyarakat berpartisipasi di dalamnya untuk melaporkan segala macam tindakan – tindakan yang tidak diperbolehkan seperti pungutan liar dan sejenisnya yang mengatas namakan untuk operasional pendidikan. Selain itu, memastikan setiap anggaran tersalurkan dengan baik kepada pihak yang semestinya menerima.
Dalam pengawasan pengelolaan anggaran, perlu adanya lembaga yang kompeten, professional, independen serta akuntabel dalam menjalankan pengawasan akan anggaran, dalam hal ini BPK (Badan Pengawas Keuangan) memiliki kewajiban untuk memeriksa jalur keuangan anggaran setiap lembaga pendidikan sehingga lebih transparan. Sehingga masyrakat dapat menilai langsung apakah, penyaluran anggaran selama ini sudah terawasi atau tidak.
Anggaran yang besar tidak dapat menjamin kualitas pendidikan, masih banyak aspek yang mesti diperhatikan. Perlu adanya peranan dan kesadaran dari semua pihak, bahwa perbaikan di bidang pendidikan bukan hanya tanggungjawab pemerintah tetapi semua warga negara agar tujuan pendidikan semakin mudah tercapai.
3.      Penggunaan Anggaran yang Efektif dan Efisien
Anggaran pendidikan yang besar tidak akan cukup apabila penggunaannya tidak efektif dan efisien. Banyak sekali kebocoran anggaran yang terjadi selama ini. Salah satu fakta di lapangan ditemukan bahwa, banyaknya sekolah yang rusak di karenakan pembangunan sekolah menggunakan material yang tidak standar, sehingga sangat mudah rusak. Hal semacam ini terus terjadi dan bahkan sudah menjadi budaya dikalangan pemangku jabatan baik di pihak kementerian maupun pihak sekolah. Apabila hal ini terus dibiarkan maka, kebutuhan anggaran akan infrastruktur tidak akan pernah tercukupi.
4.      Perbaikan Instansi Pendidikan
Kemdikbud khususnya dan kementerian lain yang juga mendapat alokasi dana pendidikan ini hendaknya melaksanakan perbaikan di instansinya. Hal ini bisa diciptakan pertama melalui peningkatan kompetensi SDM yang ada di dalamnya, mulai dari level tertinggi sampai level terendah. Selain itu perlunya dibentuk segera lembaga pengawasan pendidikan. Dengan alokasi dana sangat besar, maka dimungkinkan terjadi penyelewengan. Oleh karena itu adanya lembaga pengawasan yang independen diharapkan akan tercapainya aspek akuntabilitas publik, sehingga dana itu dipastikan akan sampai hingga tujuan yang semestinya. Dalam tataran perencanaan anggaran, setiap pemangku kepentingan terutama yang bergerak di bidang budget planning hendaknya menjadikan Performance Base Budgeting sebagai acuan, karena setiap rupiah uang yang keluar dari APBN harus dapat ditunjukkan kinerjanya. Termasuk dalam hal ini adalah anggaran pendidikan yang mendapat porsi yang besar dari APBN.
5.      Perbaikan Mutu Pendanaan
Jumlah dana yang diserahkan ke daerah mencapai Rp158 triliun, antara lain untuk gaji guru, dana alokasi pendidikan di luar gaji, tunjangan gaji guru dan Dana Bantuan Operasional Sekolah, BOS.
Secara total, gaji guru memakan 80% dari total anggaran pendidikan. Dan alokasi seperti ini, kata salah seorang arsitek amandemen UUD 1945 tentang pendidikan, Profesor Soedijarto, menyimpang dari UUD karena gaji guru seharusnya tidak masuk anggaran pendidikan.
"Itu memang diperlukan uang sekurang-kurangnya 20%, tidak termasuk gaji dan kedinasan. Jadi Lemhanas, penataran-penataran kedinasan itu bukan pendidikan dalam pengertian dimaksud. Itu sudah upgrading, sudah tanggungjawab manajemen setiap departemen," jelas Profesor Soedijarto. (Bonasir, 2011)

Dana 20% dari pemerintah sebenarnya sudah memenuhi amanah Undang-Undang akan tetapi karena sebagian besar total anggaran pendidikan digunakan untuk gaji guru, akhirnya yang terkena dampaknya. Jika 20% itu benar-benar diserap oleh pendidikan di luar gaji guru maka pendanaan pendidikan dapat terpenuhi.
6.      Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Seiring perkembangan kehidupan manusia yang begitu dinamis, maka kini telah mulai dipikirkan kemungkinan cara dan strategi penanggulangan kualitas pendidikan. Dan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan dalam penanggulangan kualitas pendidikan tersebut adalah masyarakat
Untuk mengetahui seberapa besar peran masyarakat terhadap pendidikan, sebaiknya jangan hanya memandang dari segi pendanaan saja, walaupun peran pendanaan seringkali dijadikan sebagai tolok ukur untuk melihat sampai sejauh mana peran itu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah paham, sebab peran masyarakat secara umum terhadap pendidikan sangatlah besar, baik dari pendanaan ataupun non pendanaan seperti perencanaan, pembangunan, pengelolaan, pengawasan dan pemanfaatan produk pendidikan (lulusan, hasil penelitian dan lain-lain).
Secara umum dapat dikatakan bahwa di luar biaya yang bersumber dari pemerintah, proses pendidikan berjalan berkat peran serta keluarga. Kontribusi keluarga (diperkirakan) sangat besar, bahkan dibandingkan dengan dari sumber dana pemerintah. Hanya masalahnya hal ini tidak dihitung. Studi-studi yang ada selama ini cenderung untuk menyimpulkan bahwa dana sekolah sebagian besar bersumber dari pemerintah. Ini disebabkan karena pendekatan yang digunakan lebih didasarkan atas dana yang dialokasikan oleh pemerintah, dan kurang menghitung dana dari keluarga. (Biro Keuangan Sekertariat Jendral Depdiknas, 2001: 6).
Terbukanya kesempatan bagi masyarakat dan orangtua peserta didik untuk mengevaluasi proses pendidikan, memungkinkan munculnya partisipasi masyarakat sekitar dan khususnya orangtua peserta didik dalam menyelenggarakan pendidikan. Misalnya, sekolah bisa mengundang orangtua dan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan dan operasionalisasi kegiatan sekolah. Orangtua dan masyarakat sekitar yang mampu bisa diajak untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan. Dengan demikian, secara nasional bisa dilaksanakan realokasi anggaran pembangunan pendidikan.
Anggaran pendidikan pemerintah yang terbatas hanya diarahkan pada sekolah-sekolah yang memiliki peserta didik dengan latar belakang yang kurang mampu. Sedangkan bagi sekolah-sekolah yang peserta didiknya terdiri dari orangtua berlatar belakang sosial ekonomi relatif kaya, diharapkan bisa membantu dalam pembiayaan sekolah.
Bahkan tidak hanya masyarakat sekitar, karena target dan standar yang harus memiliki dukungan regional dan daerah, maka pemerintah daerah akan secara langsung terlibat dalam menyukseskan pendidikan di wilayah masing-masing. Diharapkan pemerintah setempat bisa mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung pencapaian target pendidikan tersebut.




Pemerataan alokasi anggaran pendidikan dalam arti pemerataan pendanaan untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa. Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antar bangsa yang berlangsung sangat ketat.
Sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. (Kesowo, 2003)
Problem tidak meratanya anggaran pendidikan dari pemerintah menjadi hambatan utama dalam mendapatkan akses pendidikan karena jika dana pendidikan dari pemerintah tidak dapat terserap maka masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk mendapatkan pendidikan. Selain itu, daerah-daerah di luar Jawa yang masih tertinggal juga harus mendapat perhatian guna mencegah munculnya ketimpangan pendidikan.
Dari pemaparan di atas terdapat beberapa saran untuk memberikan partisipasi terkait alokasi dana anggaran pendidikan akan dapat terealisasi dengan merata hingga ke pelosok Indonesia dan demi terwujudnya salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, diantaranya :
1.      Para stakeholder pendidikan (guru, kepala sekolah, siswa, orang tua murid, masyarakat) harus ikut mengawasi dan berpartisipasi aktif dalam proses pengelolaan anggaran pendidikan. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada efektifitas penggunaan dana pendidikan.
2.      Para pelaku pendidkan atau pihak lembaga pendidikan untuk bisa kooperatif dan terbuka, asas tranparansi dan akuntabilitas harus dijadikan acuan dalam pengelolaan dana pendidikan.
3.      Kepada pemangku kebijakan untuk tetap mengkaji dan mengevaluasi kebijakan yang dikeluarkan, termasuk efektifitas pengelolaan dana pendidikan agar tepat sasaran.



Ashari, H. (2014, December 30). Anggaran Pendidikan 20%, Apakah sudah dialokasikan. Dipetik December 3, 2017, dari Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan: http://www.bppk.kemenkeu.go.id
Bonasir, R. (2011, January 28). Realisasi anggaran pendidikan. Diambil kembali dari BBC Indonesia: http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus
Glosarium. (2015, January 1). Istilah . Dipetik December 3, 2017, dari Istilah: http://www.volimaniak.com/2015
Heru, D. (2011, January 1). Zona Ilmu Pendidikan. Dipetik January 3, 2017, dari Zona Ilmu: http://zonainfosemua.blogspot.co.id/
Kemendagri. (2013, December 23). Perbaiki Kualitas Pendidikan dengan Tingkatkan Anggaran. Dipetik December 3, 2017, dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah: http://keuda.kemendagri.go.id
Kesowo, B. (2003, July 8). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta, Jakarta, Indonesia.
Khamdan. (2011, May 31). Problematika Pendanaan Pendidikan. Dipetik December 2017, 3, dari Problematika Pendanaan Pendidikan : https://khamdanguru.wordpress.com
Leo. (2016, May 3 ). Permasalahan Pemerataan Pendidikan Berkualitas. Dipetik December 12, 2017, dari Teropong Senayan: http://www.teropongsenayan.com
Mahendra, Y. I. (2005, December 9). Peraturan Pemerintah tentang Dana Perimbangan. Jakarta, Jakarta, Indonesia.
Mattalatta, A. (2008, July 4). Peraturan Pemerintah tentang Pendanaan Pendidikan. Jakarta, Jakarta, Indonesia.
Nadlir. (2017, August 23). mendikbud-prihatin-banyak-daerah-alokasikan-anggaran-pendidikan-di-bawah-20persen. Dipetik December 3, 2017, dari Kompas.com: http://nasional.kompas.com
Samuel. (2016, February 25). Metode Pengumpulan Data. Dipetik December 3, 2017, dari Metode Pengumpulan Data: http://ciputrauceo.net/blog


Tidak ada komentar: